Universitas Siber Asia

Menyingkap Rahasia Kesehatan Korea Selatan

Sebagai mahasiswa Universitas Siber Asia Indonesia yang berkesempatan mengikuti program 2024 HIP (Halla International Pioneer) di Halla University, Korea Selatan, saya mendapat pengalaman berharga menyaksikan langsung gaya hidup sehat yang telah menjadi ciri khas negeri ini.

Wonju, kota tempat Halla University berada, menyambut saya dengan keindahannya yang memukau. Dikelilingi oleh pegunungan hijau dan sungai yang jernih, kota ini menawarkan pemandangan alam yang menenangkan. Udara segar dan lingkungan yang bersih membuat aktivitas outdoor menjadi sangat menyenangkan.

Sejak hari pertama, saya langsung merasakan perbedaannya. Udara yang bersih dan lingkungan yang mendukung melewati hijaunya pepohonan, mendengar suara burung gagak yang berkicau juga suara khas hewan hewan kecil di pepohonan menjadikan berjalan kaki menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan. Perjalanan dari asrama ke kantin kampus saja sudah mencapai 2000 langkah, membakar sekitar 85 kalori – sebuah awal yang baik untuk memulai hari.

Di kantin, saya disuguhi pemandangan yang jauh berbeda dari apa yang biasa saya lihat di Indonesia. Meja makan dipenuhi berbagai jenis sayuran dalam bentuk banchan (lauk pendamping). Meskipun porsinya lebih kecil, variasinya sungguh menakjubkan. Dan tentu saja, ada kimchi – makanan fermentasi kaya probiotik yang selalu hadir setiap hari.

Yang menarik, saya memperhatikan bahwa sebagian besar masakan Korea tidak terlalu banyak menggunakan minyak. Mereka lebih sering menggunakan metode memasak seperti merebus, mengukus, atau memanggang. Bahkan ketika menggoreng, mereka cenderung menggunakan sedikit minyak atau menggunakan teknik stir-fry yang cepat. Hal ini tidak hanya membuat makanan menjadi lebih rendah kalori, tetapi juga mempertahankan nutrisi dalam bahan makanan.
Beberapa contoh hidangan yang saya nikmati termasuk guk (sup) yang direbus dengan berbagai sayuran, jjigae (rebusan) yang kaya akan protein dan sayuran, serta bulgogi (daging panggang) yang dimasak dengan sedikit minyak. Bahkan makanan yang digoreng seperti pajeon (pancake sayuran) terasa jauh lebih ringan dibandingkan gorengan yang biasa saya makan di Indonesia.

Berbicara tentang kimchi, saya belajar bahwa makanan ini bukan sekadar pelengkap. Kimchi kaya akan probiotik yang baik untuk pencernaan, vitamin A, B, dan C, serta serat. Proses fermentasinya juga menghasilkan antioksidan yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Tidak heran jika kimchi dianggap sebagai salah satu makanan tersehat di dunia.
Makanan fermentasi ini bukan sekadar pelengkap, tapi merupakan jantung dari diet Korea yang sehat. Saya masih ingat saat pertama kali mencicipi kimchi di kantin kampus. Rasanya yang unik – pedas, asam, dan sedikit manis – awalnya mengejutkan lidah saya. Namun, tak butuh waktu lama untuk jatuh cinta pada cita rasa kompleks ini.

Yang lebih menakjubkan adalah manfaat kesehatan di balik setiap suapan kimchi. Proses fermentasi alami mengubah sayuran sederhana menjadi superfood yang kaya nutrisi. Bakteri baik yang dihasilkan selama fermentasi menjadikan kimchi sebagai sumber probiotik alami yang luar biasa, membantu menjaga kesehatan sistem pencernaan.

Saya belajar bahwa kimchi bukan hanya satu jenis makanan. Ada ratusan variasi kimchi, masing-masing dengan cita rasa dan manfaat uniknya. Dari kimchi kubis yang klasik hingga kimchi lobak yang renyah, setiap jenis menawarkan cocktail nutrisi yang berbeda. Vitamin A, B, dan C melimpah di dalamnya, begitu juga dengan serat dan berbagai mineral penting.

Yang mengejutkan, proses fermentasi kimchi ternyata juga menghasilkan antioksidan yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Pantas saja orang Korea jarang sekali terkena flu! Bahkan ada penelitian yang menunjukkan bahwa konsumsi kimchi secara teratur dapat membantu menurunkan risiko obesitas dan penyakit jantung.

Saya juga kagum melihat bagaimana kimchi menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari orang Korea. Dari sarapan hingga makan malam, kimchi selalu hadir di meja makan. Bahkan ada pepatah Korea yang mengatakan, “Kimchi adalah cinta ibu dalam sebotol fermentasi.”

Setelah dua minggu mengonsumsi kimchi secara rutin, saya merasakan perubahan positif pada pencernaan saya. Perut terasa lebih ringan dan energi saya meningkat. Tidak heran jika kimchi dianggap sebagai salah satu rahasia umur panjang dan vitalitas orang Korea.

Salah satu aspek yang paling mencolok dari sistem makanan di Korea Selatan adalah ketelitian dalam mencantumkan informasi kalori pada setiap produk. Ini bukan sekadar formalitas, melainkan cerminan nyata dari kepedulian pemerintah Korea terhadap kesehatan masyarakatnya. Sejak tahun 2006, pemerintah Korea Selatan mewajibkan semua produsen makanan dan minuman untuk mencantumkan informasi nutrisi yang detail pada kemasan produk mereka. Kewajiban ini mencakup pencantuman total kalori, ukuran porsi, presentase dari asupan harian yang diajurkan, hingga rincian nutrisi dalam kemasan. Kebijakan ini tidak terbatas pada makanan kemasan. Restoran cepat saji dan kafe dengan lebih dari 100 cabang juga diwajibkan mencantumkan informasi kalori pada menu mereka. Ini memastikan bahwa masyarakat tetap bisa membuat pilihan makanan yang informasional bahkan ketika makan di luar.

Dampak dari kebijakan ini sangatlah signifikan. Adanya peningkatan kesadaran masyarakat Korea terhadap asupan kalori mereka. Selain itu, perubahan perilaku konsumen, karena banyak orang Korea yang mulai memilih produk dengan kalori lebih rendah. Inovasi Industri juga terus bergulir, dimana produsen makanan berlomba-lomba menciptakan produk yang lebih sehat untuk memenuhi permintaan konsumen. Dan yang kalah penting adalah penurunan Tingkat Obesitas pada masyarakat Korea Selatan.

Sebagai contoh nyata, saya menemukan bahwa susu plain 200ml di Korea hanya mengandung 120 kalori, jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang ada di Indonesia yang bisa mencapai 180 kalori. Perbedaan 60 kalori ini mungkin terlihat kecil, tapi jika diakumulasikan dalam konsumsi harian, dampaknya bisa sangat signifikan. Kebijakan ini menunjukkan bagaimana pemerintah Korea Selatan memandang kesehatan masyarakat sebagai prioritas utama. Mereka tidak hanya menyediakan informasi, tapi juga memastikan bahwa informasi tersebut mudah diakses dan dipahami oleh semua lapisan masyarakat.

Pengalaman ini membuat saya berharap agar pemerintah Indonesia juga bisa mengadopsi kebijakan serupa. Mungkin dengan langkah-langkah kecil, kita bisa mulai meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memahami asupan kalori harian mereka, demi masa depan yang lebih sehat.

Gaya hidup sehat di Korea Selatan terasa sangat alami dan terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari. Berjalan kaki ke kampus setiap hari, menaiki tangga alih-alih lift, dan mengonsumsi makanan yang kaya nutrisi menjadi rutinitas yang menyenangkan. Saya mulai menantikan sarapan dengan berbagai sayuran segar dan kimchi yang menyehatkan. Bahkan, saya menemukan diri saya lebih memilih air putih atau teh hijau dibandingkan minuman manis yang biasa saya konsumsi di Indonesia.

Program HIP 2024 benar-benar membuka mata saya tentang bagaimana sebuah negara dapat mengintegrasikan gaya hidup sehat ke dalam fabric kehidupan masyarakatnya. Ini bukan hanya tentang kebijakan pemerintah, tapi juga tentang bagaimana masyarakat Korea Selatan telah mengadopsi dan menginternalisasi nilai-nilai kesehatan ini.

Beberapa aspek yang sangat mengesankan saya:
● Infrastruktur yang Mendukung: Jalur pejalan kaki yang luas dan aman, serta taman-taman kota yang indah, mendorong masyarakat untuk lebih aktif secara fisik.
● Budaya Makan: Porsi makanan yang lebih kecil namun beragam, dengan emphasis pada sayuran dan makanan fermentasi, menjadi norma di sini.
● Edukasi Publik: Informasi tentang gizi dan kesehatan tersedia luas dan mudah diakses, bahkan di tempat-tempat umum.
● Teknologi untuk Kesehatan: Penggunaan aplikasi kesehatan dan alat pelacak aktivitas fisik sangat populer di kalangan muda.
● Work-Life Balance: Meskipun dikenal sebagai masyarakat yang pekerja keras, orang Korea tetap memprioritaskan waktu untuk olahraga dan relaksasi.

Pengalaman ini telah menginspirasi saya untuk membawa perubahan ke Indonesia. Meskipun kita mungkin tidak bisa mengadopsi semua aspek gaya hidup Korea Selatan sekaligus, ada banyak pelajaran yang bisa kita terapkan secara bertahap:

● Mulai dari Diri Sendiri: Saya bertekad untuk mempertahankan kebiasaan berjalan kaki dan memilih tangga daripada lift.
● Edukasi Keluarga dan Teman: Berbagi pengetahuan tentang pentingnya membaca label nutrisi dan memilih makanan yang lebih sehat.
● Advokasi di Tempat Kerja: Mengusulkan program kesehatan karyawan dan opsi makanan yang lebih sehat di kantin kantor.
● Partisipasi Komunitas: Bergabung atau memulai kelompok yang fokus pada gaya hidup sehat di lingkungan tempat tinggal.
● Mendukung Kebijakan Publik: Menyuarakan dukungan untuk kebijakan yang mempromosikan gaya hidup sehat, seperti pengembangan ruang terbuka hijau dan regulasi informasi nutrisi yang lebih ketat.

Program HIP 2024 telah membuka mata saya tentang bagaimana Korea Selatan berhasil mengintegrasikan gaya hidup sehat ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Kombinasi antara aktivitas fisik rutin, pola makan kaya sayuran, kebijakan pemerintah yang mendukung, dan kesadaran masyarakat telah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk kesehatan.

Mungkin perubahan tidak akan terjadi dalam semalam, tapi setiap langkah kecil menuju gaya hidup yang lebih sehat adalah langkah menuju masa depan yang lebih baik bagi Indonesia. Dan perjalanan itu dimulai hari ini, dengan inspirasi dari apa yang saya pelajari dan alami di Korea Selatan. (*ed.Mth)

Yetha Sembiring – Mahasiswa Prodi PJJ Komunikas

Peserta Program Halla International Pioneer Program

Menyingkap Rahasia Kesehatan Korea Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *