Di era digital saat ini, skill komunikasi menjadi sangat dibutuhkan. Dulu, berkomunikasi terasa begitu mudah dilakukan dengan tatap muka langsung, kini dengan adanya teknologi komunikasi seperti media sosial dan aplikasi chatting, secara prosedur memang komunikasi menjadi semakin mudah. Namun, di balik kemudahan ini, justru menyimpan bahaya tersembunyi, yaitu kerentanan terjadinya kesalahpahaman dalam komunikasi.
Komunikasi digital tidak dapat menginterpretasikan intonasi, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh dalam pesan teks. Meskipun ada keberadaan emoticon atau voice message, namun tentu saja interpretasi yang didapatkan oleh penerima berbeda. Apalagi sekarang ada begitu banyak arti emoticon yang tidak digunakan sesuai arti aslinya, seperti emoji menangis diartikan sebagai ‘ngakak’ oleh anak-anak zaman now.
Generasi muda sering menggunakan bahasa gaul dan singkatan yang mungkin tidak dimengerti oleh semua orang, terutama dalam konteks profesional. Misalnya, singkatan seperti “IYKYK” (If You Know, You Know) atau “Gamon” (Gagal move on) bisa membingungkan rekan kerja atau atasan yang tidak familiar dengan istilah tersebut.
Chat dalam aplikasi pesan instan sering kali kurang konteks, yang bisa menyebabkan kebingungan tentang apa yang sebenarnya dimaksud oleh pengirim. Kurangnya penjelasan tambahan atau informasi pendukung dapat membuat pesan yang dikirim tidak jelas, dan jika si penerima menafsirkan hal yang salah, maka akan menghasilkan kesalahpahaman.
Dengan banyaknya platform komunikasi yang tersedia, seperti Gmail, WhatsApp, Instagram, dan lain-lainnya, pesan penting bisa dengan mudah terlewat atau tidak tersampaikan dengan baik. Misalnya, informasi penting yang dikirim melalui email bisa tertumpuk di antara banyak email lainnya.
Seiring dengan teknologi baru yang terus-terusan muncul, kita dituntut untuk terus belajar dan beradaptasi. Misalnya, memahami etika komunikasi di platform profesional seperti Slack atau Microsoft Teams bisa menjadi tantangan tersendiri. Menggunakan fitur terbaru dari aplikasi seperti Instagram atau WhatsApp pun cukup menantang bagi sekelompok orang, khususnya generasi yang lebih senior.
Di tempat kerja yang multigenerasional, gaya komunikasi antara generasi bisa sangat berbeda. Generasi yang lebih tua mungkin lebih nyaman dengan komunikasi tatap muka atau melalui telepon, sementara generasi muda lebih cenderung menggunakan chat atau email. Gaya bahasa pun sangat berbeda, ada yang lebih suka menggunakan emoticon, ada yang suka menggunakan singkatan-singkatan beragam, ada juga yang suka to the point.
Dalam lingkungan digital, menjaga profesionalisme dalam setiap komunikasi sangat penting. Menggunakan bahasa yang terlalu informal atau tidak sopan bisa menciptakan citra negatif dan menurunkan kredibilitas.
Dari berbagai tantangan yang telah dibahas, kita menemukan bahwa pentingnya soft skill komunikasi. Alasan utama tentunya adalah untuk meningkatkan efisiensi kerja. Komunikasi adalah kunci, pasti kita semua sering dengar kata-kata tersebut. Komunikasi yang jelas dan efektif membantu dalam menyelesaikan tugas dengan lebih efisien. Misalnya, pembagian tugas dan instruksi yang disampaikan dengan jelas dapat mengurangi kebingungan dan kesalahan, sehingga pekerjaan dapat tuntas dengan cepat.
Selain itu, komunikasi yang baik dapat membangun hubungan yang kuat antara rekan kerja, atasan, dan bawahan. Hal ini menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis dan kolaboratif, yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas.
Soft skill komunikasi sangat penting dalam pemecahan masalah. Kemampuan untuk mengungkapkan dan mendiskusikan masalah secara terbuka dan terstruktur, serta untuk menemukan solusi bersama sangat berharga di tempat kerja. Nah, dari sini, tentunya jika kita mempunyai kemampuan komunikasi yang baik, kita dapat membuka peluang karier yang lebih besar.
Pekerja yang mampu menyampaikan ide-de mereka dengan jelas dan efektif memiliki kemungkinan mendapatkan promosi yang lebih tinggi. Maka dari itu, generasi muda sekarang semestinya mengasah kemampuan berkomunikasi efektif untuk dapat menggapai tujuan yang lebih tinggi.
Mengikuti kursus atau pelatihan komunikasi dapat membantu individu mengasah kemampuan berbicara di depan umum, menulis secara efektif, dan mendengarkan dengan lebih baik. Hal ini juga mencakup pelatihan penggunaan platform komunikasi digital dengan lebih bijak dan efektif.
Memahami dan menghargai perspektif orang lain dapat mengurangi kesalahpahaman dalam komunikasi digital. Dengan membangun empati, kita menyesuaikan cara berkomunikasi ktia dengan kebutuhan dan preferensi orang lain. Hindari penggunaan bahasa gaul yang berlebihan dan pastikan pesan penting tersampaikan dengan lengkap dan jelas untuk mengurangi resiko interpretasi pesan yang salah. Pemanfaatan fitur-fitur seperti emoticon hendaknya dilakukan secara bijak untuk membantu menyampaikan nada atau emosi pesan. Periksa kembali pesan sebelum mengirim, jaga profesionalisme, dan berikan konteks yang cukup, dengan ini kita telah memahami dan menerapkan etika berkomunikasi yang baik.
Dengan mengembangkan skill komunikasi yang baik, generasi muda dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan di dunia pekerjaan. Mereka akan lebih mampu menyampaikan ide-ide mereka dengan jelas, berinteraksi dengan rekan kerja dan atasan secara efektif (tanpa drama), dan pada akhirnya, mencapai kesuksesan yang lebih tinggi dalam karier mereka.
Referensi:
[1] https://gaya.tempo.co/read/1818722/kumpulan-istilah-gen-z-yang-populer-dan-artinya
[2] https://communication.binus.ac.id/2024/05/01/5-transformasi-komunikasi-dalam-masyarakat-modern/
Kontributor : Joanne Landy Tantreece
Editor : Joko Suhariyanto, S.E.,M.M., CPOD.