Lagi-lagi kita mendengar berita yang sangat tidak mengenakkan tentang dugaan manipulasi Pertamax yang dilakukan oleh pejabat Pertamina. Kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Patra Niaga menjadi perhatian publik setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan penyimpangan yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun. Kasus ini melibatkan sejumlah petinggi Pertamina dan pihak swasta yang diduga melakukan manipulasi dalam impor minyak mentah serta praktik penyimpangan lainnya.
Penyidikan Kejagung mengungkap beberapa modus yang diduga dilakukan oleh para tersangka. Salah satu modus utama adalah manipulasi produksi kilang, di mana beberapa pejabat Pertamina diduga sengaja mengatur produksi minyak bumi dalam negeri agar tidak terserap secara optimal. Mereka mengkondisikan rapat optimalisasi hilir untuk menurunkan produksi kilang, yang kemudian digunakan sebagai alasan untuk melakukan impor. Dengan cara ini, mereka menciptakan kondisi yang seolah-olah membutuhkan lebih banyak minyak mentah impor, padahal sebenarnya hal tersebut bisa dihindari jika produksi dalam negeri dimanfaatkan secara maksimal.
Modus berikutnya adalah gugaan impor minyak mentah melalui broker, di mana kebutuhan minyak mentah tidak dipenuhi langsung dari sumber utama, tetapi melalui perantara yang menyebabkan harga jauh lebih tinggi dibandingkan produksi dalam negeri. Dalam skema ini, diduga terdapat indikasi bahwa pihak tertentu memperoleh keuntungan besar dari selisih harga yang tidak wajar. Implikasi dari praktek ini adalah meningkatnya biaya operasional yang pada akhirnya berdampak pada harga BBM yang dibayar oleh masyarakat.
Selain itu, ada juga dugaan praktik blending BBM secara ilegal, di mana Pertamax yang seharusnya memiliki standar kualitas tertentu ternyata merupakan hasil oplosan dari Pertalite dengan bahan tambahan tertentu untuk meningkatkan oktan. Praktik ini bertentangan dengan regulasi yang mengharuskan BBM dengan RON tertentu berasal dari proses produksi yang sah. Pengoplosan ini tidak hanya berpotensi merugikan negara, tetapi juga membahayakan mesin kendaraan konsumen yang menggunakan BBM dengan spesifikasi yang tidak sesuai.
Stakeholder Theory dan Implikasinya
Kasus ini dapat dikaji menggunakan Stakeholder Theory yang dikemukakan oleh Edward Freeman, di mana perusahaan seharusnya tidak hanya berorientasi pada kepentingan pemegang saham (shareholders) tetapi juga memperhatikan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders), seperti pemerintah, konsumen, masyarakat, dan lingkungan. Dalam konteks ini:
- Masyarakat sebagai konsumen utama BBM telah dirugikan karena adanya manipulasi harga dan kualitas BBM yang tidak transparan.
- Pemerintah sebagai regulator kehilangan potensi pendapatan negara akibat praktik korupsi dan manipulasi dalam impor serta distribusi minyak.
- Investor dan pemegang saham juga terdampak karena citra dan kinerja perusahaan yang memburuk akibat skandal ini.
- Lingkungan berisiko mengalami dampak buruk jika bahan bakar yang digunakan tidak sesuai standar emisi yang ditetapkan.
Menurut Freeman, sebuah perusahaan harus bertanggung jawab kepada semua pemangku kepentingan dan tidak hanya mengejar keuntungan semata. Dalam kasus Pertamina, pengabaian terhadap prinsip ini telah menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan sosial yang luas.
PT Pertamina (Persero) menyatakan bahwa mereka akan bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mengungkap kasus ini. Pihak Pertamina juga memastikan bahwa BBM yang beredar di masyarakat tetap sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.
Di sisi lain, Komisi VI DPR RI telah menjadwalkan pemanggilan pihak Pertamina pada 12 Maret 2025 guna meminta klarifikasi terkait kasus ini serta membahas kesiapan pasokan energi menjelang Idul Fitri 2025.
Sebagai mahasiswa, penting bagi kita bahwa tanggung jawab sosial bukan hanya teori, tetapi sesuatu yang harus diterapkan dalam dunia nyata. Kita sering mendengar bahwa bisnis harus berorientasi pada keuntungan, tetapi kasus ini membuktikan bahwa mengabaikan etika dan kepentingan masyarakat hanya akan membawa dampak buruk bagi semua pihak. Sebuah perusahaan yang hanya berfokus pada keuntungan tanpa mempertimbangkan stakeholder lain akan kehilangan kepercayaan dan pada akhirnya merusak sistem ekonomi yang lebih luas.
Kita sebagai mahasiswa dan calon pemimpin masa depan harus mulai membangun kesadaran bahwa setiap tindakan dalam dunia bisnis dan profesional harus mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat. Jika kita kelak menjalankan bisnis atau menduduki posisi penting, mari kita selalu mengutamakan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab sosial. Jangan sampai kita mengulang kesalahan yang sama dan membiarkan korupsi terus terjadi di sekitar kita. Mari menjadi generasi yang lebih peduli dan berintegritas demi masa depan yang lebih baik.
Sumber:
CNN Indonesia. (2025, February 28). Perkembangan terbaru kasus korupsi minyak mentah Pertamina. Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250228183845-12-1203651/perkembangan-terbaru-kasus-korupsi-minyak-mentah-pertamina
Kompas. (2025, February 25). Korupsi Pertamina: Kejagung Patra Niaga beli Pertalite dioplos jadi Pertamax. Retrieved from https://nasional.kompas.com/read/2025/02/25/08051151/korupsi-pertamina-kejagung-patra-niaga-beli-pertalite-dioplos-jadi-pertamax
Okezone Economy. (2025, February 26). Penjelasan Pertamina soal isu oplos Pertalite jadi Pertamax di kasus korupsi impor minyak. Retrieved from https://economy.okezone.com/read/2025/02/26/320/3117394/penjelasan-pertamina-soal-isu-oplos-pertalite-jadi-pertamax-di-kasus-korupsi-impor-minyak
Bisnis Indonesia. (2025, February 25). Kronologi dugaan korupsi minyak mentah Pertamina Rp193,7 triliun seret anak Riza Chalid. Retrieved from https://kabar24.bisnis.com/read/20250225/16/1842375/kronologi-dugaan-korupsi-minyak-mentah-pertamina-rp1937-triliun-seret-anak-riza-chalid
Kontributor : Elvira Rahmaniar Rahmi
Editor : Joko Suhariyanto, S.E.,M.M., CPOD