Vertigo adalah suatu kondisi di mana seseorang mengalami sensasi berputar atau lingkungan sekitarnya terasa bergerak, meskipun sebenarnya tidak ada gerakan fisik yang terjadi. Gejala ini sering disertai dengan mual, muntah, keringat dingin, dan kesulitan menjaga keseimbangan. Vertigo bukanlah penyakit tersendiri, melainkan gejala dari gangguan pada sistem vestibular di telinga bagian dalam atau masalah pada sistem saraf pusat.
Stres merupakan respons alami tubuh terhadap situasi yang dianggap mengancam atau menantang. Saat mengalami stres, tubuh melepaskan hormon seperti adrenalin dan kortisol yang mempersiapkan kita untuk “fight or flight”. Namun, ketika stres menjadi kronis atau berkepanjangan, hormon-hormon ini dapat menimbulkan efek negatif pada tubuh, termasuk memicu vertigo.
Stres dapat mempengaruhi sistem vestibular yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan dan orientasi tubuh. Peningkatan hormon stres dapat mengganggu fungsi normal sistem ini, menyebabkan sinyal yang tidak sinkron antara telinga bagian dalam, mata, dan sistem proprioseptif. Akibatnya, otak kesulitan memproses informasi tentang posisi dan gerakan tubuh, sehingga muncul sensasi pusing atau berputar.
Mekanisme Biologis di Balik Hubungan Stres dan Vertigo
Ketika tubuh mengalami stres, terjadi perubahan fisiologis yang kompleks. Peningkatan hormon kortisol dapat mempengaruhi aliran darah ke otak dan telinga bagian dalam. Penyempitan pembuluh darah akibat stres mengurangi suplai oksigen dan nutrisi yang vital bagi fungsi sistem vestibular. Selain itu, stres juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin, yang berperan dalam regulasi mood dan persepsi sensori. Ketidakseimbangan ini dapat meningkatkan sensitivitas terhadap rangsangan dan memicu gejala vertigo.
Ketegangan otot akibat stres, terutama di area leher dan bahu, juga berkontribusi terhadap vertigo. Otot yang tegang dapat menekan saraf dan pembuluh darah yang menuju ke kepala, mengganggu aliran darah dan impuls saraf yang diperlukan untuk fungsi keseimbangan yang optimal.
Stres seringkali mempengaruhi gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari kita. Pola tidur yang terganggu, kurangnya aktivitas fisik, serta konsumsi kafein, alkohol, atau nikotin yang meningkat sebagai coping mechanism dapat memperburuk gejala vertigo. Kurang tidur, misalnya, tidak hanya meningkatkan tingkat stres tetapi juga mengganggu proses pemulihan tubuh, membuat kita lebih rentan terhadap serangan vertigo.
Mengatasi vertigo yang dipicu oleh stres memerlukan pendekatan holistik yang mencakup aspek fisik, mental, dan emosional. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan:
- Manajemen Stres yang Efektif: Mengidentifikasi sumber stres adalah langkah pertama yang krusial. Apakah stres berasal dari tekanan akademik, masalah pribadi, atau lingkungan kerja? Setelah penyebabnya diketahui, kita dapat mencari solusi yang spesifik, seperti perencanaan waktu yang lebih baik, delegasi tugas, atau mencari dukungan dari teman dan keluarga.
- Teknik Relaksasi dan Mindfulness: Praktik meditasi, yoga, dan pernapasan dalam dapat membantu menurunkan tingkat hormon stres dalam tubuh. Mindfulness, atau kesadaran penuh terhadap saat ini, membantu kita mengurangi kekhawatiran berlebihan tentang masa depan atau penyesalan tentang masa lalu, yang sering menjadi sumber stres.
- Aktivitas Fisik Teratur: Olahraga tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan fisik tetapi juga mental. Aktivitas fisik merangsang produksi endorfin, zat kimia di otak yang berfungsi sebagai penenang alami dan meningkatkan mood. Pilihlah olahraga yang disukai, seperti jogging, bersepeda, atau bahkan berjalan santai di taman.
- Pola Makan Seimbang dan Hidrasi yang Cukup: Nutrisi yang baik penting untuk mendukung fungsi sistem saraf dan keseimbangan. Konsumsi makanan kaya vitamin B, magnesium, dan omega-3 dapat membantu mengurangi gejala vertigo. Hindari makanan dan minuman yang dapat memicu vertigo, seperti kafein berlebihan, alkohol, dan makanan tinggi garam.
- Istirahat yang Berkualitas: Tidur yang cukup dan berkualitas memungkinkan tubuh untuk memperbaiki diri dan mengembalikan fungsi normal sistem saraf. Menciptakan rutinitas tidur yang konsisten dan lingkungan yang nyaman untuk tidur.
- Konsultasi dengan Profesional Kesehatan: Jika gejala vertigo berlanjut atau semakin parah, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli saraf. Mereka dapat melakukan evaluasi menyeluruh untuk memastikan tidak ada kondisi medis lain yang mendasari dan memberikan penanganan yang tepat.
Hubungan antara stres dan vertigo merupakan contoh nyata bagaimana kondisi mental dan emosional kita dapat mempengaruhi kesehatan fisik. Dalam konteks kehidupan kampus dan aktivitas manajemen yang padat, memahami dan mengelola stres menjadi kunci penting dalam menjaga kesejahteraan secara menyeluruh. Pendekatan holistik yang mencakup manajemen stres, gaya hidup sehat, dan dukungan sosial dapat membantu kita mencegah dan mengatasi vertigo yang dipicu oleh stres. Dengan demikian, kita tidak hanya meningkatkan kualitas hidup individu tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan produktif bagi semua.
Sumber:
- Halodoc, R. (2020, April 16). Ternyata stres dapat memicu vertigo. Memang vertigo bukanlah sebuah penyakit, tetapi gejala dari penyakit tert. Halodoc. https://www.halodoc.com/artikel/alami-stres-berat-awas-rentan-terserang-vertigo?srsltid=AfmBOorzTyWqCQUVoxepm9GinmB_Us7ooeKjBuhEzwkQzzxq0wetfKK1
- Liputan6.com. (2022, December 10). Benarkah Stres Jadi Penyebab Vertigo? liputan6.com. https://www.liputan6.com/health/read/5149305/benarkah-stres-jadi-penyebab-vertigo?page=3
- Oke Klinik. (n.d.). https://okeklinik.com/artikel/apakah-stres-bisa-menyebabkan-vertigo
Kontributor : Elvira Rahmaniar Rahmi
Editor : Joko Suhariyanto, S.E.,M.M., CPOD.