Pendidikan memegang peran penting dalam pembentukan dan perkembangan sebuah bangsa. Berdasarkan PISA (Programme for International Student Assessment), Korea Selatan berhasil menduduki peringkat ke-7, sementara Indonesia masih berada di peringkat ke-74. Mengingat pentingnya pendidikan dalam meningkatkan kualitas SDM, kita perlu merefleksikan dan memperbaiki sistem pendidikan di tanah air.
Korea Selatan, sebuah negara yang dikenal sebagai fenomena global dalam bidang hiburan, kini menjadi sorotan dalam konteks pendidikan. Budaya pop Korea seperti musik, drama, mode, dan makanan memang telah mendominasi generasi muda Indonesia. Sebuah laporan dari Good Stats bahkan menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah penggemar K-Pop terbanyak di dunia. Namun, di balik kepopuleran budaya pop-nya, ada aspek pendidikan Korea Selatan yang mungkin belum banyak diketahui masyarakat kita. Dilansir dari Kumparan, siswa SMA di Korea Selatan menjalani rutinitas belajar yang intensif. Mereka belajar di sekolah selama 9 jam setiap hari dan kemudian diharuskan mengikuti kelas tambahan hingga pukul 10 malam. Jika di total, pelajar Korea Selatan menghabiskan waktu 14 jam sehari untuk belajar. Sementara di Indonesia, menurut Gramedia, rata-rata jam belajar dimulai jam 06.30 dan berakhir di jam 13.00, lalu kelas tambahan masih bersifat opsional dan hanya diikuti oleh sebagian kecil siswa.
Tak hanya itu, tingkat literasi di Korea Selatan juga layak menjadi contoh. Menurut tulisan Fatimatuzzuhroh, literasi masyarakat Korea Selatan mencapai 100%. Sementara itu, data dari UNESCO menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua terbawah dalam hal literasi. Korea Selatan bahkan telah menginisiasi langkah-langkah seperti menyediakan perpustakaan mini di tempat-tempat umum, termasuk di kereta dan taman bermain, untuk meningkatkan literasi masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan perkembangan teknologi, di mana e-book menjadi salah satu sumber bacaan yang mudah diakses. Hal ini berbeda jauh dengan Indonesia, Kominfo menyebutkan, berdasarkan UNESCO, minat baca Indonesia hanya 0,001 yang artinya hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang rajin membaca. Perpustakaan pun masih sepi peminatnya, di tahun 2020, rata-rata masyarakat Indonesia yang pernah mengunjungi perpustakaan atau memanfaatkan Taman Bacaan Masyarakat hanya 41,2%. Minat baca yang rendah tentunya berpengaruh pada pola pikir dan kemampuan dalam menyikapi ataupun mengambil keputusan yang bijak.
Menghadapi realitas pendidikan Indonesia yang berbeda dengan Korea Selatan, seringkali muncul sebuah pertanyaan: bagaimana caranya Indonesia meningkatkan kualitas pendidikannya agar setara atau bahkan melampaui Korea Selatan? Realisasi dari pertanyaan tersebut membutuhkan pendekatan komprehensif. Pertama, Indonesia perlu meningkatkan investasi dalam pelatihan guru, sebagai ujung tombak pendidikan. Pelatihan tersebut harus berkelanjutan dan sesuai dengan perkembangan terbaru. Kedua, prioritas harus diberikan pada literasi dasar, sebagai fondasi utama pendidikan. Selanjutnya, integrasi teknologi dalam pendidikan menjadi esensial di era digital saat ini, dengan aplikasi belajar dan kelas virtual yang menambah daya tarik dan efisiensi. Kurikulum pun perlu direvisi agar tetap relevan dengan tuntutan zaman, mencakup soft skills dan literasi digital. Infrastruktur pendidikan juga harus ditingkatkan, mencakup perpustakaan, laboratorium, dan ruang kelas yang kondusif. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas akan mengoptimalkan sumber daya dan keahlian. Terakhir, mendorong budaya belajar seumur hidup akan memastikan masyarakat tetap beradaptasi dengan perubahan. Implementasi langkah-langkah ini membutuhkan dedikasi dari semua pihak untuk mewujudkan pendidikan yang kompetitif di Indonesia.
Namun, patut kita ingat bahwa setiap negara memiliki ciri khas dan tantangan tersendiri dalam sistem pendidikannya. Tidak mungkin untuk sepenuhnya meniru model pendidikan negara lain tanpa mempertimbangkan konteks dan karakteristik masyarakat kita. Akan tetapi, keberhasilan Korea Selatan memberikan inspirasi dan wawasan yang bisa diadaptasi. Dengan memahami esensi dari apa yang membuat sistem pendidikan Korea Selatan berhasil, kita bisa menyusun strategi yang tepat untuk memajukan pendidikan di Indonesia, dengan tetap menjaga nilai-nilai dan keunikan budaya kita sendiri. Sebagai bangsa, kita harus berupaya untuk memadukan inovasi global dengan kearifan lokal dalam mengejar kemajuan pendidikan.
Referensi :
- PISA 2018 Result, “Combined Executive Summaries,” 2018, https://www.oecd.org/pisa/Combined_Executive_Summaries_PISA_2018.pdf.
- Alifah Nabila Nur, “Indonesia Jadi Negara dengan Fans K-Pop Terbanyak di Dunia,” 2022, https://goodstats.id/article/indonesia-masuk-peringkat-pertama-dengan-fans-k-pop-terbanyak-di-dunia-6w71d.
- Fatimatuzzuhroh, “Sistem Pendidikan di Korea Selatan: Budaya Menjadi yang Terbaik,” 2022, https://kumparan.com/fatimatuzzuhroh/sistem-pendidikan-di-korea-selatan-budaya-menjadi-yang-terbaik-1xQXEqeOwlt.
- Indriani Raka Adji, “Indonesia’s illiteracy rate down to 1.71% in 2020: ministry,” 2021, https://en.antaranews.com/news/187734/indonesias-illiteracy-rate-down-to-171-in-2020-ministry.
- G. (2019, September 30). Perbedaan Jam Belajar Sekolah di Negara Lain – Gramedia Literasi. Gramedia Literasi. https://gramedia.com/literasi/perbedaan-jam-belajar-sekolah-di-negara-lain/
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media. (n.d.). https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media
- GITIYARKO, V. (2022, August 24). Grafikota Perpustakaan Masih Sepi Pengunjung. kompas.id. https://www.kompas.id/baca/metro/2022/08/24/grafikota-perpustakaan-masih-sepi-pengunjung