Universitas Siber Asia

Revenge Porn dan Penanganannya di Indonesia

Shifting lifestyle ke media digital tentu saja mempunyai sisi negatif yang dapat merugikan banyak orang, salah satunya adalah revenge porn. Revenge porn adalah tindakan menyebarkan konten pornografi tanpa persetujuan. Hal ini dapat dilakukan oleh orang terdekat atau hacker dan seringkali saat penyebaran revenge porn ini disertai dengan ancaman. Revenge porn dapat merusak reputasi dan kehidupan pribadi korban. Sebagai salah satu contoh revenge porn yang  viral di Indonesia adalah kasus Gisella Anastasia dan Michael Yukinobu Defretes pada tahun 2020

Pada tahun 2021, Komnas Perempuan menerima 102 laporan kasus revenge porn. Hal ini menunjukkan bahwa revenge porn merupakan masalah serius yang perlu diatasi. Mirisnya, seringkali korban dari revenge porn yang seharusnya mendapatkan perlindungan acapkali justru menjadi objek perundungan dan viktimisasi. Korban seringkali disalahkan karena konten yang diberikan ke pelaku, padahal bisa saja konten itu diambil tanpa persetujuan dari korban, atau konten tersebut hanya ditujukan untuk konsumsi pribadi antara korban dan pelaku namun malah disebarluaskan.

Fenomena menyalahkan korban revenge porn atas penyebaran konten pornografi non konsensual dikenal dengan istilah victim blaming. Victim blaming ini dilakukan oleh orang-orang yang beranggapan bahwa korban bertanggung jawab secara keseluruhan atas terjadinya revenge porn. Saat kasus Gisella Anastasia dan Michael Yukinobu Defretes mencuat pada tahun 2020, Gisel dan Nobu adalah korban dari pornografi non konsensual yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Tetapi, sebaliknya, mereka dianggap sebagai tersangka oleh undang-undang Pornografi. Kasus ini juga membuat mereka mendapatkan banyak komentar negatif dari publik yang menyiksa mereka atas tersebarnya video tersebut. Hal ini menjadi contoh bagaimana KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online) di Indonesia tidak efektif dalam mengatasi kasus ini.

Di Indonesia sendiri, hukum yang memayungi kasus kekerasan seksual adalah UU TPKS (Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) Pasal 14 UU TPKS mengatur tentang kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan hukum pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta. Hukum revenge porn juga tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yang melarang menyediakan dan menyebarluaskan konten berisi pornografi. Pelaku revange porn dapat dipidana dengan pidana penjara minimal 6 bulan hingga 12 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp250 juta hingga Rp 6 miliar. Selain UU Pornografi, pelaku revenge porn juga dapat dikenakan pasal Undang-Undang ITE, yang mengatur pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.

Walaupun UU TPKS ini membawa angin segar untuk para korban KBGO, namun dalam penanganan kasusnya masih banyak yang perlu diperbaiki. Berdasarkan CIGI (Center for International Governance Innovation) dan UN women, KBGO sendiri terbagi dalam 15 bentuk, namun di Indonesia sendiri KBGO masih dibagi menjadi dalam 3 bentuk, yakni; menangkap atau memotret tanpa izin, mengirimkan informasi elektronik bermuatan seksual di luar kehendak penerima, dan menguntit untuk tujuan seksual. Selain itu, upaya dalam pemulihan korban dirasa masih kurang dimana upaya yang ditawarkan adalah konseling dan restitusi, padahal penghapusan konten yang beredar sangat diperlukan dan ini melibatkan banyak pihak mulai dari pengambil kebijakan, penyedia layanan, platform, situs web, pengembang, hingga pengguna. Selain penanganan pada kasus yang sudah terjadi, penting sekali untuk menambah wawasan pada penegak hukum dan masyarakat tentang KBGO ini, penyuluhan terhadap kekerasan seksual, sex education, dan keamanan digital seharusnya sudah marak dilakukan agar di masa depan tidak terjadi lagi kasus serupa.

Kasus-kasus revenge porn di Indonesia menunjukkan perlunya pemahaman yang lebih mendalam dan tanggapan yang lebih komprehensif terhadap kekerasan berbasis gender online. Meskipun adanya perkembangan hukum seperti UU TPKS yang memberikan harapan, masih banyak ruang untuk perbaikan dalam penanganan kasus, perlindungan korban, dan pencegahan kejahatan semacam ini di masa depan. Kesadaran kolektif dan tindakan yang bertanggung jawab dari semua pihak sangat diperlukan mulai dari penegak hukum, masyarakat, hingga individu untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan menghormati hak asasi setiap orang.

Kontributor : Elvira Rahmaniar Rahmi

Editor  : Joko Suhariyanto, S.E.,M.M., CPOD.

Referensi :

Wikipedia, https://kumparan.com/kimberlynataliboas/bisakah-hukum-di-indonesia-memberikan-perlindungan-bagi-korban-revenge-porn-1zPFmv2WGng/full.

“Apa Itu Revenge Porn, Dampak, dan Hukumnya di Indonesia.” Prambors FM, 26 May 2023, https://www.pramborsfm.com/news/apa-itu-revenge-porn-dampak-dan-hukumnya-di-indonesia/all.

“Revenge Porn dan Victim Blaming: Rumitnya Penanganan KGBO di Indonesia.” The Columnist, 28 February 2023, https://thecolumnist.id/artikel/revenge-porn-dan-victim-blaming-rumitnya-penanganan-kgbo-di-indonesia-2407.

Revenge Porn dan Penanganannya di Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *